Upacara
adat ini berasal dari Kecamatan Kebongaung Kabupaten Pacitan, tepatnya
dari dusun Tati, Desa Gawang, kecamatan
Kebonagung. Upacara adat ini diadakan untuk upacara tolak bala di saat
ada bencana atau wabah penyakit. Upacara adat ini diadakan setiap bulan
Suro. Akan tetapi pada saat ini upacara tersebut dilaksanakan selain
sebagai bagian dari tradisi juga sebagai penarik minat wisatawan minat
khusus untuk datang dan menikmati sajian budaya asli Kabupaten Pacitan
Upacara adat baritan ini sudah dilaksanakan sajak tahun 1800 an yang
lampau. Tepatnya sudah turun silsilah keluarga mulai wareng, canggah,
buyut, embah, putro, putu (generasi Dusun Wati sekarang).
Baritan berasal dari kata rid/wiridan yang berarti memohon petunjuk atau
perlindungan dan keselamatan kepada Tuhan. Namun akibat pengaruh dielek
setempat kata rid/wiridan berubah menjadi Baritan. Baritan ini dalam
bahasa lain disebut tolak bala. Dalam upacara baritan ini dilakukan
melalui beberapa syarat diantaranya upacaranya harus diadakan di
perampatan jalan dusun karena barada di tangah-tengah sehingga
memudahkan masyarakat berkumpul yang berasal dari empat arah jalan dusun
yang merupakan bertemunya ponco boyo barada di perempatan tersebut,
sehingga mastarakat bisa mengusir dari situ , melaksanakan korban
menyembelih kambing jantan kendhit, ayam tulak sejodho dan berbagai
sesajen lainnya.
Dalam pelaksanaanya upacara ini telah mengalami beberapa perubahan. Dulu
hanya diniati, dikendureni, dan dikabulkan. Perubahan ini terlihat
dengan adanya musik genjrengan, pencak silat, tari – tarian, wayang
kulit, yang bersifat hiburan.
Baritan sebagai suatu adat, tentu
merupakan hasil warisan dari nenek moyang/pendahulu dari masyarakat
Dusun Wati Desa Gawang Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan
Upacara baritan ini dilaksanakan dua tahun sekali tepatnya pada hari
Senin bulan Sura/Muharam tahun Jawa/Islam dengan hari baik menurut
perhitungan juru kunci, waktunya pada siang hari disaat matahari di
tengah-tengah bumi kurang lebih jam 12.00 WIB sampai selesai. Hal ini
dikarenakan bahwa pada jam 12.00 siang semua warga dusun Wati sudah
pulang dari bekerja. Yang sebagian besar adalah petani, selain itu
memang paginya untuk mempersiapkan perlengkapan upacara yang sifatnya
baku seperti pusaka dan kambing jantan kendhit yang harus dibeli pagi sebelumnya.