Mendengar atau membaca kata “PACITAN” yang terbesit dalam benak anda adalah sebuah kota kecil ujung Jawa Timur nan indah dan elok dengan pesona wisata dan alamnya yang masih sangat natural. Tidak sedikit juga yang terbesit akan sebuah kota dimana dilahirkan seorang pemimpin bangsa Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Anggapan tersebut memanglah benar adanya. Pacitan, sebuah kota kecil yang damai yang terletak di perbatasan ujung barat Jawa Timur menawarkan sejuta pesona wisata. Mulai wisata alam, sejarah, hingga wisata minat khusus.

Selain menawarkan keharmonisan alam dan masyarakatnya, pacitan juga menyimpan banyak tradisi yang sungguh luar biasa nilainya apabila kita dapat menghayati dan mengambil unsur-unsur yang tersaji didalamnya. Ada beberapa tradisi adat yang dapat anda temukan di Pacitan.
 

Beberapa kesenian budaya dari Pacitan diantaranya Upacara Ceprotan, tari Kethek Ogleng,  Mantu Kucing, Baritan, Tetaken dan masih banyak lainnya. Kali ini yang akan coba saya bahas adalah budaya khas masyarakat Pacitan asli dari lereng Gunung Limo di Kecamatan Kebonagung, tepatnya di Desa Mantren. Keyakinan masyarakat sekitar Gunung Limo yang masih menganggap memiliki nilai magis diwujudkan dengan bentuk upacara atau ritual di daerah tersebut. Namanya adalah upacara Tetaken. Upacara ini dilaksaakan masyarakat Gunung Limo setiap tanggal 15 Muharram/Suro.

Ritual upacara Tetaken ini merupakan upacara bersih desa atau sedekah bumi. Gambaran dari ritual ini adalah ketika juru kunci Gunung Limo, turun gunung. Bersama anak buahnya, yang sekaligus murid-muridnya. Mereka baru selesai menjalani pertapaan di puncak gunung dan akan kembali ke tengah masyarakat. Nama Tetaken sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti teteki atau pertaapaan.

Sejarah Upacara ritual tetaken ini bermula dengan kisah, ketika Tunggul Wulung bersama Mbah Brayat mengembara. Tujuan, melakukan pengabdian dan menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa setelah bertapa di Gunung Lawu. Namun, dalam perjalanan, dua orang ini berpisah. Mbah Brayat memilih tinggal di Sidomulyo, sementara Kiai Tunggul Wulung memilih lokasi yang sepi di puncak Gunung Lima Kebonagung. Diceritakan juga bahwa Kyai Tunggul Wulung adalah orang pertama yang melakukan babat alas di kawasan Gunung Lima yang kelak kemudian disebut Mantren.

Dalam pelaksanaannya, tetaken adalah acara pembuka rangkaian acara berikutnya, tak lama setelah rombongan turun, iring-iringan besar warga muncul, memasuki areal upacara. Mereka mengenakan pakaian adat Jawa. Barisan paling depan adalah pembawa panji dan pusaka Tunggul Wulung dengan dua keris, satu tombak, dan Kotang Ontokusumo. Selain membawa berbagai hasil bumi dan keperluan ritual (tumpeng dan ingkung, misalnya), di baris terakhir beberapa orang tampak membawa bumbung (wadah air dari bambu) berisi legen atau nira (air yang diperolah dari pohon aren). Saat berada di tempat acara, secara bergilir para pembawa legen menuangkan isi bumbungnya ke dalam sebuah gentong yang diyakini bermanfaat untuk kesehatan. Kemudian setelah semua penunjang ritual berada ditempat acara, acara inti pun segera dimulai. Sebagai tanda kelulusan, ikat kepala para murid itu dilepas. Murid-murid itu satu persatu diberi minum air dari sari aren tersebut.

Selanjutnya, secara bergilir, para murid tersebut menghadapi tes mental dengan penguasaan ilmu bela diri, serta kadang – kadang mendapatkan cambukan. Prosesi tersebut  bermakna bahwa tantangan bagi pembawa ajaran kebaikan tidaklah ringan, harus menghadapi ujian dan rintangan yang berat. Namun semua akhirnya dapat diatasi, dan pada akhirnya kebaikan mampu mengalahkan kejahatan.

Pada akhir acara, semua warga melakukan tarian bersama Langen Bekso dengan cara berpasangan. Tua muda. Laki-laki dan perempuan larut dalam kegembiraan. Gending-gending Jawa mengiringi setiap gerak langkah mereka. Kegembiraan masyarakat bertambah karena hasil panen di bumi Desa Mantren yang melimpah untuk kesejahteraan masyarakatnya.

Itulah sedikit cerita tentang Upacara ritual tetaken yang dilakukan warga di Gunung Limo yang mempunyai nilai kesakralan tersendiri dan menambah kekayaan budaya Pacitan. Jika anda tertarik melihat langsung upacara ritual tetaken ini, datang saja ke Mantren Kebonagung setiap tanggal 15 Muharram.


Warnet BMI Pacitan

Berikut beberapa Foto Upacara Adat Tetaken






Foto Upacara Adat Tetaken



Foto Upacara Adat Tetaken











Foto Upacara Adat Tetaken




Upacara Adat Tetaken

Gunung Limo, Pacitan




Mungkin kita sering mendengar jenis kesenian yang bernama Kuda Lumping. Tetapi pernahkan Anda mendengar Kesenian Jaranan Senthe Rewe? Ya, Kesenian Jaranan Senthe Rewe adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Jawa. Ada yang menyebutnya jathilan, kuda lumping, jaran kepang, oglek, incling, ebek, maupun jaranan dor. Disebut sebagai tarian Jaranan Senthe Rewe karena para penarinya mengendarai kuda-kudaan yang biasanya terbuat dari anyaman bambu yang mirip dengan tarian kuda lumping. Kuda-kudaan tersebut kemudian diberi cat dan kain berwarna-warni agar supaya terlihat meriah.

Penari-Penari Jaranan Senthe Rewe berperan sebagai pasukan berkuda yang gagah berani. Konon, tarian Jaranan Senthe Rewe menggambarkan dukungan rakyat terhadap Pangeran Diponegoro yang melawan penjajah Belanda. Pun ada pula yang beranggapan sebagai kisah perjuangan Raden Patah. Selain itu, ada yang mengatakannya sebagai gambaran perjuangan Raja Mataram ketika melawan tentara Belanda.

Tarian Jaranan Senthe Rewe ini diringi oleh musik gamelan. Pada mulanya, tarian Jaranan Senthe Rewe menggambarkan gerakan berirama pasukan berkuda. Namun, acap kali dalam beberapa kesempatan, ada yang menggambarkan adegan-adegan magis atau supranatural seperti adegan kerasukan. Ini menjadi gambaran bahwa pada zaman dahulu, memang banyak orang Jawa yang memiliki kekuatan supranatural.


Adegan supranatural tersebut biasanya yang sering disebut istilah NDADI ini diawali dengan suara cemeti yang dilecutkan oleh pawang atau pemimpin tarian. Pawang ini jugalah yang berperan untuk menyembuhkan para penari dari kondisi tak sadar. Adegan ndadi inilah yang biasanya ditunggu-tunggu oleh para penonton Jaranan Senthe Rewe.

Tarian Kesenian Jaranan Senthe Rewe sering disajikan dalam acara penyambutan tamu atau ucapan syukur. Di desa-desa, Jaranan Senthe Rewe menjadi tontonan meriah tatkala ada hajatan atau kegiatan bersih desa. Tak jarang, penonton ikut larut dalam tarian sehingga menambah meriahnya suasana.
Ayo Datang Berwisata Ke Pacitan!



Pementasan Kesenian Jaranan Senthe Rewe di Alun-Alun Pacitan
rangkaian gelaran budaya adat Pacitan
dalam rangka HUT Pacitan
Upacara adat ini berasal dari Kecamatan Kebongaung Kabupaten Pacitan, tepatnya dari dusun Tati, Desa Gawang, kecamatan Kebonagung. Upacara adat ini diadakan untuk upacara tolak bala di saat ada bencana atau wabah penyakit. Upacara adat ini diadakan setiap bulan Suro. Akan tetapi pada saat ini upacara tersebut dilaksanakan selain sebagai bagian dari tradisi juga sebagai penarik minat wisatawan minat khusus untuk datang dan menikmati sajian budaya asli Kabupaten Pacitan

Upacara adat baritan ini sudah dilaksanakan sajak tahun 1800 an yang lampau. Tepatnya sudah turun silsilah keluarga mulai wareng, canggah, buyut, embah, putro, putu (generasi Dusun Wati sekarang).


Baritan berasal dari kata rid/wiridan yang berarti memohon petunjuk atau perlindungan dan keselamatan kepada Tuhan. Namun akibat pengaruh dielek setempat kata rid/wiridan berubah menjadi Baritan. Baritan ini dalam bahasa lain disebut tolak bala. Dalam upacara baritan ini dilakukan melalui beberapa syarat diantaranya upacaranya harus diadakan di perampatan jalan dusun karena barada di tangah-tengah sehingga memudahkan masyarakat berkumpul yang berasal dari empat arah jalan dusun yang merupakan bertemunya ponco boyo barada di perempatan tersebut, sehingga mastarakat bisa mengusir dari situ , melaksanakan korban menyembelih kambing jantan kendhit, ayam tulak sejodho dan berbagai sesajen lainnya.


Dalam pelaksanaanya upacara ini telah mengalami beberapa perubahan. Dulu hanya diniati, dikendureni, dan dikabulkan. Perubahan ini terlihat dengan adanya musik genjrengan, pencak silat, tari – tarian, wayang kulit, yang bersifat hiburan.

Baritan sebagai suatu adat, tentu merupakan hasil warisan dari nenek moyang/pendahulu dari masyarakat Dusun Wati Desa Gawang Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan Upacara baritan ini dilaksanakan dua tahun sekali tepatnya pada hari Senin bulan Sura/Muharam tahun Jawa/Islam dengan hari baik menurut perhitungan juru kunci, waktunya pada siang hari disaat matahari di tengah-tengah bumi kurang lebih jam 12.00 WIB sampai selesai. Hal ini dikarenakan bahwa pada jam 12.00 siang semua warga dusun Wati sudah pulang dari bekerja. Yang sebagian besar adalah petani, selain itu memang paginya untuk mempersiapkan perlengkapan upacara yang sifatnya baku seperti pusaka dan kambing jantan kendhit yang harus dibeli pagi sebelumnya.




TARI METHIK PARI
 
Tari Methik Pari biasa dilakukan oleh masyarakat Desa Jeruk yang terletak di puncak pegunungan Kecamatan Bandar, Kabupaten Pacitan yang mayoritas penduduknya adalah petani. Tari ini dimulai sebelum zaman penjajahan, yakni pada zaman nenek moyang kita mengenal bercocok tanam padi.
Tari Methik Pari merupakan upacara permohonan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas pemberian limpahan rejeki berupa panen padi. Tari ini dilakukan menjelang panen tiba tepatnya sehari sebelum panen raya, dan biasanya dilakukan pada malam hari.



KOTEKAN LESUNG

Kotekan Lesung adalah salah satu kesenian asli Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan. Kotekan lesung bisa disebut sebagai tradisi masyarakat agraris karena merupakan pengembangan dari kegiatan rutin petani, yaitu menumbuk padi. Kotekan lesung pada awalnya merupakan kegiatan santai sekadar untuk bersenandung di saat-saat jeda menumbuk padi. Kreativitas tersebut terus berkembang menjadi simbol kegiatan sosial masyarakat agraris.
Di Pacitan, Kotekan lesung diawali dari Ammos, yang merupakan cikal bakal seni kothekan lesung di Pacitan. Ammos telah berkembang di seluruh kecamatan di Pacitan. Kesenian tradisional kothekan lesung tumbuh dan berkembang ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Dulu masyarakat pedesaan apabila menumbuk padi dalam jumlah besar dilakukan secara gotong royong atau sambatan. Sambil menumbuk padi mereka bermain musik dengan lesung yang disebut kothekan.
Kothekan lesung dimainkan dengan dengan alat pertanian yang bernama lesung. Lesung adalah alat penumbuk padi tradisional yang terbuat dari kayu dan tengahnya dilubangi, dengan alat tumbuknya berupa alu/ antan. Aktivitas menumbuk padi dilakukan oleh kaum perempuan atau ibu-ibu pada umumnya. Ketika padi telah dituai, masyarakat melakukan proses penumbukan padi, kemudian dimasak untuk dimakan bersama keluarga.
Ini merupakan sebuah hiburan bagi kaum perempuan, agar supaya tidak terlalu terasa lelahnya pada saat menumbuk padi. Kothek adalah pukulan alu terhadap lesung yang menghasilkan suara atau bunyi yang merdu, sehingga terciptalah seni dari kothekan yang disebut dengan kothekan lesung.


JANGKRIK GENGGONG

Jangkrik Genggong berasal dari Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo  yang terletak di pesisir pantai yang mayoritas penduduknya adalah nelayan.
Upacara Adat Jangkrik Genggong merupakan upacara perayaan untuk anak laki-laki sebagai tanda bahwa anak tersebut telah beranjak dewasa. Usai dilaksanakan upacara adat ini, anak tersebut boleh turun ke laut untuk berlayar.
Yang unik dari salah satu kekayaan wisata budaya Pacitan ini selalu ada ikan kakap merah sebagai hidangan wajib yang harus disajikan. Pada malam puncaknya, selalu dilaksanakan pagelaran seni Tayub. dan menurut mitosnya, Sang Ratu Penguasa Pantai Selatan selalu meminta Gendhing Jangkrik Genggong kepada sesepuh desa (dukun). Itulah sebabnya, upacara adat ini disebut Jangkrik Genggong.

WAYANG BEBER


Pacitan memang kota kecil tetapi memilki pesona alam dan pesona budaya yang sudah tidak diragukan lagi. Budaya Pacitan memilki keunikan tersendiri dan memilki nilai yang dianggap sakral dan magis oleh masyarakt sekitar, tetapi memilki nilai – nilai yang luhur.
Salah satu kebudayaan di Pacitan yang cukup unik adalah seni budaya wayang beber. Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah daerah tertentu di Pulau Jawa salah satunya di Kota Pacitan. Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh tokoh dalam cerita wayang baik Mahabharata maupun Ramayana.
Wayang beber muncul dan berkembang di Pulau Jawa pada masa kerajaan Majapahit. Gambar-gambar tokoh pewayangan dilukiskan pada selembar kain atau kertas, kemudian disusun adegan demi adegan berurutan sesuai dengan urutan cerita. Gambar-gambar ini dimainkan dengan cara dibeber.
Perlu diketahui juga bahwa Wayang Beber pertama dan masih asli sampai sekarang masih bisa dilihat. Wayang Beber yang asli ini bisa dilihat di Daerah Pacitan, Donorojo, wayang ini dipegang oleh seseorang yang secara turun-temurun dipercaya memeliharanya dan tidak akan dipegang oleh orang dari keturunan yang berbeda karena mereka percaya bahwa itu sebuah amanat luhur yang harus dipelihara.
Pemilik wayang beber di Pacitan adalah Bapak Sumardi atau yang dikenal dengan nama Mbah Mardi. Kini Mbah Mardi merupakan satu-satunya dalang Wayang Beber di Pacitan yang juga memiliki Wayang Beber warisan leluhurnya. Menurut penuturannya, Wayang Beber yang dimilikinya merupakan warisan leluhur, yang secara turun-temurun merupakan hadiah yang diberikan oleh Raja Brawijaya.
Pada suatu hari Permaisuri Raja   Brawijaya menderita suatu penyakit, dan kemudian Raja Brawijaya mengadakan  sayembara untuk menyembuhkan penyakit permaisuri. Dan yang berhasil  menyembuhkan penyakit permaisuri adalah seorang dukun (tabib) yang bernama Mbah Nolodermo (yang merupakan leluhur dari Mbah Mardi). Sebagai ungkapan terimakasih, Raja Brawijaya memberikan hadiah berupa jabatan lurah Kediri, namun hadiah jabatanitu ditolak oleh Mbah Nolodermo, karena Mbah Nolodermo tidak bisa membaca ataupun menulis.
Kemudian Raja Brawijaya menawarkan hadiah berupa uang. Hadiah uang itu juga ditolak oleh Mbah Nolodermo dengan alasan bahwa jika diberi uang maka hadiah itu akan cepat habis. Maka Raja Brawijaya memberikan hadiah berupa Wayang Beber bagi Mbah Nolodermo dengan harapan bahwa Wayang Beber tersebut dapat menjadi sumber penghasilan secara turun-temurun.
Dalang sekaligus pemilik Wayang Beber yang sekarang dikenal dengan nama Mbah Mardi tersebut menjadi dalang sejak tahun 1982, dan masih aktif hingga kini. Wayang Beber cukup populer di mancanegara, misalnya di Jepang, Belanda, Perancis, bahkan di Perancis terdapat duplikat Wayang Beber ini. Seorang ilmuwan Perancis juga pernah meneliti bahan yang dipakai untuk mewarnai gulungan kertas Wayang Beber, yang ternyata berasal dari getah-getahan.
 
MAKALAH
WILAYAH NEGARA INDONESIA


 


DI SUSUN OLEH :
URIP ROKHMANUDIN, A.Ma.Pust


KATA PENGANTAR



Asslamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan nikmat iman dan nikmat islam kepada kita, tak lupa shalawat beserta salam kami limpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini kami selaku penulis mencoba untuk membuat makalah tentang Wilayah Negara Indonesia.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada segenap pembaca. Apabila dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan, kami mohon maaf. Dan kami sangat menantikan saran dn kritik pembaca yang sifatnya membangun. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.




Pacitan, 19 Juni 2015


Penulis





BAB I
PENDAHULUAN


Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah-Daerah Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai Pemerintahan Daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas Otonomi dan tugas pembantuan.
Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia menurut Undang Undang Dasar 1945 secara jelas mengatur adanya pembagian Daerah dengan susunan pemerintahannya yang bersifat otonom yang ditetapkan dengan Undang-undang. Istilah yang bersifat otonom ini, memberikan keleluasaan kepada Daerah untuk mengatur, mengurus serta menyelenggarakan sendiri urusan pemerintahan menurut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan (medebewind).
Hal ini ditekankan pada percepatan terwujudnya tingkat kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemberian Otonomi kepada Daerah merupakan penjabaran dari Pasal 18 UUD 1945 yang kemudian diimplementasikan ke dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang pada perkembangannya digantikan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Nilai dasar yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah dalam Pasal 10 mengenai pembagian urusan pemerintahan. Pasal 10 ayat (1) menjelaskan bahwa “Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi wewenangnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah”. Selanjutnya ayat (2) menjelaskan bahwa “Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, Pemerintahan Daerah menjalankan Otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendri urusan pemerintahan berdasarkan asas Otonomi dan tugas pembantuan”. Kemudian ayat (3) dijelaskan pula bahwa “Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah ialah kewenangan dalam bidang (a) politik luar negeri, (b) pertahanan, (c) keamanan, (d) yustisi, (e) moneter dan fiscal, (f) serta agama yang masih merupakan kewenangannya Pemerintah Pusat. Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah-Daerah Provinsi dan Daerah Provinsi dibagi atas Kabupaten dan Kota yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten dan Kota itu mempunyai  Pemerintahan Daerah yang diatur dengan Undang-undang.
Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan dalam penyelenggaraan
pemerintahannya menganut asas Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Pelaksanaan asas Dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Provinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah. Konstruksi perwilayahan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menempatkan Provinsi sebagai Daerah otonom sekaligus sebagai Wilayah Administrasi. Pengaturan sedemikian ini berarti bahwa antara Provinsi dengan Kabupaten dan Kota mempunyai keterkaitan dan hubungan hirarkis satu sama lain, baik dalam arti status kewilayahan maupun dalam sistem dan prosedur penyelenggaraan pemerintahan. Adanya pemikiran bahwa Provinsi dengan Kabupaten Kota terlepas satu sama lain, mengingkari prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Undang-undang Dasar 1945 yang secara jelas telah mengatur secara sistematis antara masing-masing tingkat pemerintahan. Menyadari hal itu, maka dalam rangka mewujudkan prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, Gubernur sebagai wakil Pemerintah menerima pelimpahan wewenang di bidang  pemerintahan umum dan pelimpahan wewenang urusan teknis Departemen.


BAB II
PEMBAHASAN



Wilayah negara kesatuan republik indonesia

"Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara Kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang". 
(Pasal 25A UUD 1945)
Peta Indonesia

Wilayah negara merupakan daerah atau lingkungan yang menunjukkan batas batas suatu negara, dimana dalam wilayah tersebut negara dapat melaksanakan kekuasaanya, menjadi tempat berlindung bagi rakyat sekaligus sebagai tempat untuk mengorganisir dan menyelenggarakan pemerintahannnya. 


Macam – macam Wilayah Negara
Wilayah negara mencakup:

a. Daratan
Penentuan batas-batas suatu wilayah daratan, baik yang mencakup dua negara atau lebih, pada umumnya berbentuk perjanjian atau traktat. Misalnya:
·                     1) Traktat antara Belanda dan Inggris pada tanggal 20 Juli 1891 menentukan batas wilayah Hindia Belanda di Pulau Kalimantan.
·                     2) Perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas tertentu dengan Papua Nugini yang ditandatangani pada tanggal 12 Februari 1973. 
b. Lautan 
Pada awalnya, ada dua konsepsi (pandangan) pokok mengenai wilayah lautan, yaitures nullius dan res communis.
·                     1). Res nullius adalah konsepsi yang menyatakan bahwa laut itu dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing negara. Konsepsi ini dikem-bangkan oleh John Sheldon (1584 - 1654) dari Inggris dalam buku Mare Clausum atau The Right and Dominion of The Sea.
·                     2). Res communis adalah konsepsi yang beranggapan bahwa laut itu adalah milik masyarakat dunia sehingga tidak dapat diambil atau dimiliki oleh masing-masing negara. Konsepsi ini kemudian dikembangkan oleh Hugo de Groot (Grotius) dari Belanda pada tahun 1608 dalarn buku Mare Liberum (Laut Bebas). Karena konsepsi inilah, kemudian Grotius di anggap sebagai bapak hukum internasional.

Dewasa ini, masalah wilayah lautan telah memperoleh dasar hukum yaitu Konferensi Hukum Laut Internasional III tahun 1982 yang diselenggarakan oleh PBB atau United Nations Conference on The Law of The Sea (UNCLOS) di Jamaica. Konferensi PBB itu ditandatangani oleh 119 peserta dari 117 negara dan 2 organisasi kebangsaan di dunia tanggal 10 Desember 1982.

Dalam bentuk traktat multilateral, batas-batas laut terinci sebagai berikut :

a. Batas Laut Teritorial
Setiap negara mempunyai kedaulatan atas laut teritorial yang jaraknya sampai 12 mil laut, diukur dari garis lurus yang ditarik dari pantai.

b. Batas Zona Bersebelahan
Sejauh 12 mil laut di luar batas laut teritorial atau 24 mil dari pantai adalah batas zona bersebelahan. Di dalam wilayah ini negara pantai dapat mengambil tindakan dan menghukum pihak-pihak yang melanggar undang-undang bea-cukai, fiskal, imigrasi, dan ketertiban negara.

c. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
ZEE adalah wilayah laut dari suatu negara pantai yang batasnya 200 mil laut diukur dari pantai. Di dalam wilayah ini, negara pantai yang bersangkutan berhak menggali kekayaan alam lautan serta melakukan kegiatan ekonomi tertentu. Negara lain bebas berlayar atau terbang di atas wilayah itu, serta bebas pula memasang kabel dan pipa di bawah lautan itu. Negara pantai yang bersangkutan berhak menangkap nelayan asing yang kedapatan menangkap ikan dalam ZEE-nya.

d. Batas Landas Benua
Landas benua adalah wilayah lautan suatu negara yang lebih dari 200 mil laut. Dalam wilayah ini negara pantai boleh mengadakan eksplorasi dan eksploitasi, dengan kewajiban membagi keuntungan dengan masyarakat internasional.


c. Udara
Pada saat ini, belum ada kesepakatan di forum internasional mengenai kedaulatan di ruang udara. Pasal 1 Konvensi Paris 1919 yang kemudian diganti oleh pasal 1 Konvensi Chicago 1944 menyatakan bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklusif di ruang udara di atas wilayahnya. Mengenai ruang udara (air space), di kalangan para ahli masih terjadi silang pendapat karena berkaitan dengan batas jarak ketinggian di ruang udara yang sulit diukur. Sebagai contoh, Indonesia, menurut Undang-undang No. 20 Tahun 1982 menyatakan bahwa wilayah kedaulatan dirgantara yang termasuk orbit geo-stationer adalah 35.761 km. Sebagai acuan, berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat para ahli mengenai batas wilayah udara sebagai berikut;


a. Lee
Lee berpendapat bahwa lapisan atmosfir dalam jarak tembak meriam yang dipasang di darat dianggap sama dengan udara teritorial negara. Di luar jarak tembak itu, harus dinyatakan sebagai udara bebas, dalam arti dapat dilalui oleh semua pesawat udara negara mana pun.

b. Van Holzen Dorf
Holzen menyatakan bahwa ketinggian ruang udara adalah 1.000 meter dari titik permukaan bumi yang tertinggi.

c. Henrich's
Menyatakan bahwa negara dapat berdaulat di ruang atmosfir selama masih terdapat gas atau partikel-partikel udara atau pada ketinggian 196 mil. Di luar atmosfir, negara sudah tidak lagi mempunyai kedaulatan. 

Di samping pendapat para ahli tentang batas wilayah udara ada beberapa teori tentang konsepsi wiiayah udara yang dikenal pada saat ini. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut;

a. Teori Udara Bebas (Air Freedom Theory
Penganut teori ini terbagi dalam dua aliran, yaitu kebebasan ruang udara tanpa batas dan kebebasan udara terbatas.

1) Kebebasan ruang udara tanpa batas. Menurut aiiran ini, ruang udara itu bebas dan dapat digunakan oleh siapa pun. Tidak ada riegara yang mempunyai hak dan kedaulatan di ruang udara,
2) Kebebasan udara terbatas, terbagi menjadi dua. Hasil sidang Institute de Droit International pada sidangnya di Gent (1906), Verona (1910) dan Madrid (1911).
·                     a) Setiap negara berhak mengambil tindakan tertentu untuk memeiihara keamanan dan keselamatannya.
·                     b) Negara kolong (negara bawah, subjacent state) hanya mempunyai hak terhadap wilayah / zona teritorial.

b. Teori Negara Berdaulat di Udara (The Air Sovereignity)
Ada beberapa teori yang menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara harus terbatas.
·                     1) Teori Keamanan. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara mempunyai kedaulatan atas wilayah udaranya sampai yang diperlukan untuk menjaga keamanannya. Teori ini dikemukakan oleh Fauchille pada tahun 1901 yang menetapkan ketinggian wiiayah udara adalah 1.500 m. Namun pada tahun 1910 ketinggian itu diturunkan menjadi 500 m.
·                     2) Teori Pengawasan Cooper (Cooper's Control Theory). Menurut Cooper (1951), Kedaulatan negara ditentukan oleh kemampuan negara yang bersangkutan untuk mengawasi ruang udara yang ada di atas wilayahnya secara fisik dan ilmiah, 
·                     3) Teori Udara (Schacter). Menurut teori ini, wiiayah udara itu haruslah sampai suatu ketinggian di mana udara masih cukup mampu mengangkat (mengapungkan) balon dan pesawat udara.

d. Daerah Ekstrateritorial
Daerah Ekstrateritorial adalah daerah atau wilayah kekuasaan hukum suatu negara yang berada dalam wilayah kekuasaan hukum Negara lain. Berdasarkan hukum internasional yang mengacu pada hasil Reglemen dalam Kongres Wina tahun 1815 dan Kongres Aachen tahun 1818, pada perwakilan diplomatik setiap negara terdapat daerah ekstrateritorial.

Di daerah ekstrateritorial berlaku larangan bagi alat negara, seperti polisi dan pejabat kehakiman, untuk masuk tanpa izin resmi pihak kedutaan. Daerah itu juga bebas dari pengawasan dan sensor terhadap setiap kegiatan yang ada dan selama di dalam wilayah perwakilan tersebut.

Daerah ekstrateritorial dapat juga diberlakukan pada kapal-kapal laut yang berlayar di laut terbuka di bawah bendera suatu negara tertentu.

Batas Wilayah Negara

Penentuan batas wilayah negara, baik yang berupa daratan dan atau lautan (perairan), lazim dibuat dalam bentuk perjanjian (traktat) bilateral serta multilateral. Batas antara satu negara dengan negara lain dapat berupa batas alam (sungai, danau, pegunungan, atau lembah) dan batas buatan, misalnya pagar tembok, pagar kawat berduri, dan tiang-tiang tembok. Ada juga negara yang menggunakan batas menurut geofisika berupa garis lintang.

Batas suatu wilayah negara yang jelas sangat penting artinya bagi keamanan dan kedaulatan suatu negara dalam segala bentuknya. Kepentingan itu juga berkaitan dengan pemanfaatan kekayaan alam, baik di darat maupun di laut, pengaturan penyelenggaraan pemerintahan negara, dan pemberian status orang-orang yang ada di dalam negara bersangkutan.

Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai perbatasan darat dengan 3 (tiga) negara tetangga (Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste) serta 11 perbatasan laut dengan negara tetangga (India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, Federal State of Micronesia, Papua Nugini, Timor Leste dan Australia).

Adapun perbatasan udara mengikuti perbatasan darat dan perbatasan teritorial laut antar negara. Hingga saat ini penetapan batas dengan negara tetangga masih belum semua dapat diselesaikan. Permasalahan penetapan perbatasan negara saat ini masih ada yang secara intensif sedang dirundingkan dan masih ada yang belum dirundingkan. Kondisi situasi demikian menjadi suatu bentuk ancaman, tantangan, hambatan yang dapat mengganggu kedaulatan hak berdaulat NKRI. 

Permasalahan perbatasan yang muncul dari luar (eksternal) adalah: adanya berbagai pelanggaran wilayah darat, wilayah laut dan wilayah udara kedaulatan NKRI. Disini rawan terjadi kegiatan illegal seperti:
1.          illegal logging, 
2.          illegal fishing, 
3.          illegal trading, 
4.          illegal traficking dan 
5.          trans-national crime

Hal tersebut merupakan bentuk ancaman faktual disekitar perbatasan yang akan dapat berubah menjadi ancaman potensial apabila pemerintah kurang bijak dalam menangani permasalahan tersebut.
Sedangkan permasalahan perbatasan yang muncul dari dalam (internal) adalah: tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan SDM yang masih rendah, kurangnya sarana prasarana infrastruktur dan lain-lain sehingga dapat mengakibatkan kerawanan dan pengaruh dari negara tetangga.

Perbatasan negara merupakan manifestasi dari kedaulatan wilayah suatu negara, dan mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber kekayaan alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Idealnya wilayah perbatasan juga sekaligus berfungsi sebagai “frontier” atau sebagai wilayah yang dapat untuk memperluas pengaruh (sphere of influence) dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan terhadap negara-negara disekitarnya, sehingga pembangunan wilayah perbatasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang meliputi semua aspek kehidupan.

Oleh karena itu wilayah perbatasan bukan merupakan bidang masalah tunggal tetapi merupakan masalah multidemensi yang memerlukan dukungan politik nasional untuk mengatasinya. 

Kementerian Luar Negeri sebagai ujung tombak pemerintah bagi penyelesaian batas wilayah dengan negara-negara tetangga, bersama dengan kementerian-kementerian dan lembaga terkait lainnya turut serta merumuskan kebijakan dan hal-hal teknis yang diperlukan untuk menghadapi perundingan-perundingan dengan negara-negara tetangga.

Selain itu, pemerintah telah berupaya untuk menggunakan diplomasi dan perundingan yang lebih baik bagi penyelesaian batas wilayah yang belum tuntas dengan negara-negara tetangga, dan upaya tersebut juga untuk mencegah terjadinya ketegangan di batas wilayah negara. Untuk itu, masalah perbatasan hanya bisa diselesaikan oleh negara-negara tersebut yang terkait langsung dengan kepentingannya, sehingga permasalahan batas wilayah tidak bisa diselesaikan oleh salah satu negara saja tetapi melibatkan negara-negara lainnya. Dengan demikian setiap ada permasalahan terkait masalah batas wilayah negara diharapkan dapat diselesaikan dengan cara diplomasi atau perundingan-perundingan walaupun membutuhkan waktu yang relatif lama.
Negara Kesatuan
Konsepsi negara kepulauan diterima oleh masyarakat internasional dan dimasukan kedalam UNCLOS III 1982, terutama pada pasal 46. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa, “Negara Kepulauan” berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain”. Sedangkan pengertian kepulauan disebutkan sebagai, “ kepulauan” berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis diangap sebagai demikian.” Dan dalam sejarah hukum laut Indonesia sudah dijelaskan dalam deklarasi Juanda 1957, yaitu pernyataan Wilayah Perairan Indonesia:

“Segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan negara RI dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan RI dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada dibawah kedaulatan mutlak daripada negara RI”.

Sedangkan dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesiadisebutkan bahwa, “Negara Kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.” Sementara itu, dimasukannya poin-poin negara kepulauan dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut 1982 yang berisi 9 pasal, yang berisi antara lain: Ketentuan-ketentuan tentang negara-negara kepulauan, garis-garis pangkal lurus kepulauan, status hukum dari perairan kepulauan, penetapan perairan pedalaman, dalam perairan kepulauan, hak lintas damai melalui perairan kepulauan, hak lintas alur-alur laut kepulauan, hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam pelaksanan hak lintas alur-alur laut kepulauan.

Pengaturan dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut 1982 dimulai dengan penggunaan istilah negara kepulauan (archipelagic state). Pada pasal 46 butir (a) disebutkan bahwa, “negara kepulauan adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain (pasal 46 butir (a). Maksud dari pasal 46 butir (a) tersebut adalah, secara yuridis, pengertian negara kepulauan akan berbeda artinya dengan definisi negara yang secara geografis wilayahnya berbentuk kepulauan. Hal ini dikarenakan, dalam pasal 46 butir (b) disebutkan bahwa kepulauan adalah suatu gugusan pulau-pulau, termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian erat sehingga pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatui kesatuan geografis, ekonomi dan politik yang hakiki atau yang secara historis dianggap sebagai demikian. Dengan kata lain, pasal 46 ini membedakan pengertian yuridis antara negara kepulauan (archipelagic state) dengan kepulauan (archipelago) itu sendiri (Agoes 2004).

Indonesia menuangkan Konsepsi Negara Kepulauan dalam amandemen ke 2 UUD 1945 Bab IXA tentang wilayah negara. Pada pasal 25 A berbunyi ” Negara Kesatuan RI adalah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah-wilayah yang batas-batasnya dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”. Selain itu, dalam pasal 2 Undang-Undang No 6 tahun 1996 tentang Perairan indonesia, pemerintah Indonesia secara tegas menyatakan bahwa negara RI adalah negara kepulauan.

Sebagaimana yang disyaratkan oleh pasal 46 Konvesni Hukum laut PBB 1982, tidak semua negara yang wilayahya terdiri dari kumpulan pulau-pulau dapat di anggap sebagai negara kepulauan. Dari peraturan peundang-undangan nasional yang dikumpulkan oleh UN-DOALOS ada 19 negara yang menetapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan negara kepulauan, yaitu; Antigua dan Barbuda, Bahama, Komoro, Cape Verde, Fiji, Filipina, Indonesia, Jamaika, Kiribati, Maldives, Kepulauan Marshall, PNG, Kepulauan Solomon, Saint Vincent dan Grenadines, Sao Tome dan Principe, Seychelles, Trinidad dan Tobago, Tuvalu, dan Vanuatu (Agoes 2004).

Selanjutnya dalam peraturan pelaksanannya, pemerintah RI mengeluarkan PP No 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia. Pada pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah menarik garis pangkal kepulauan untuk menetapkan lebar laut teritorial. Sedangkan penarikan garis pangkal kepulauan dilakukan dengan menggunakan; garis pangkal lurus kepulauan, garis pangkal biasa garis pangkal lurus, garis penutup teluk, garis penutup muara sungai, terusan dan kuala, serta garis penutup pada pelabuhan.

Namun kepemilikan Indonesia terhadap pulau-pulau kecil, khususnya pulau-pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, masih menyisakan permasalahan. Kalahnya pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia telah mamberikan pelajaran kepada Indonesia dimuka Internasional. Hal ini mencerminkan bahwa pemerintah RI hanya sekedar memilki tanpa mempunyai kemampuan untuk menguasai dan memberdayakannya. Berkaca dari maraknya potensi konflik dipulau-pulau kecil terluar, pemerintah Indonesia mengeluarkan Perpres No 78 Tahun 2005 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Perpres tersebut bertujuan untuk:
1.          Menjaga keutuhan wilayah NKRI, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan.
2.          Memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan.
3.          Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.


Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar juga diharapkan dapat mengatasi ancaman keamanan yang meliputi kejahatan transnasional penangkapan ikan ilegal, penebangan kayu ilegal, perdagangan anak-anak dan perempuan (trafficking), imigran gelap, penyelundupan manusia, penyelendupan senjata dan bahan peledak, peredaran narkotika, pintu masuk terrorisme, serta potensi konflik sosial dan politik. Hal ini penting agar kesaradaran untuk menjaga pulau-pulau kecil diperbatasan tetap ada, dan pualu-pulau kecil diperbatasan tidak dianggap sekedar halaman belakang.



BAB III
PENUTUP

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis. Aamiin