MAKALAH
PERKEMBANGAN OLAHRAGA DI INDONESIA
Disusun Oleh :
URIP ROHMANUDIN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS TERBUKA
2015
A. AWAL PERKEMBANGAN OLAHRAGA DI INDONESIA
Ketika bangsa Belanda untuk pertama kalinya menanamkan
kekuasaannya di Indonesia, sejak saat itulah perkembangan bangsa Indonesia
hampir dalams semua aek kehidupan di pengaruhi oleh bangsa Belanda. Demikian
juga perkembangan dalam aspek keolahragaan, cabang-cabang olahraga yang
berkembang adalah cabang olahraga yang dilakukan Belanda, termasuk ketika pada
waktu bangsa Jepang menduduki Indonesia. Sementara jenis olahraga pribumi baru
berkembang pesat ketika zaman kemerdekaan yang dalam tataran kebijakan
dimasukan ke dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara pada jaman orde baru.
Perkembangan lebih lanjut, karena negeri Belanda
sendiri berada di Eropa dan berada di bawah pengaruh Perancis, maka secara
tidak langsung juga mempengaruhi perkembangan olahraga di Indonesia, sehingga
akhirnya kita mengenal ada sistem olahraga Jerman, sistem olahraga Swedia,
sistem olahraga Austria, dan juga Jepang. Dengan berkuasanya Belanda di
Indonesia, terutama setelah Belanda mempunyai tentara yang banyak dalam rangka
mempertahankan eksistensinya di Indonesia, maka kemudian terlihat masuknya
olahraga di lingkungan kemiliteran. Meskipun olahraga sendiri sejak jaman Mesir
Kuno dan Yunani Kuno sudah mulai menonjol, namun perkembangan di Eropa baru
tampak sekitar abad pertengahan, yang kemudian juga menyebar dan berkembang di
negeri Belanda, kemudian dibawa pula masuk ke Indonesia. Keolahragaan di
Indonesia yang dibawa oleh Belanda sudah barang tentu sesuai dengan keadaan
keolahragaan di negeri Belanda itu sendiri. Namun berkat kesadaran bangsa
Indonesia akan kebudayaannya, meskipun beberapa tekanan dan paksaan dari pihak
penjajah, kebudayaan asli bangsa Indonesia masih tetap dapat dipertahankan.
Sistem perkembangan olahraga di Indonesia pada masa
penjajahan dipengaruhi oleh tiga sistem olahraga, yaitu ; sistem olahraga
Jerman, sistem olahraga Swedia, dan sistem olahraga Austria. Ketiga akan
dibahas sebagai berikut :
1.
Sistem Olahraga Jerman
Perkembangan olahraga secara formal pada masa penjajahan diawali ketika
pada permulaan abad ke-19, masuk dan berkembangnya sistem keolahragaan Jerman
yang diciptakan oleh Johan Friedrich Guts Muhst (1759 – 1835) di negeri
Belanda, dan dalam perkembangan selanjutnya masuk pula sistem olahraga Jerman
lainnya yang dikembangkan oleh Jahn, Spiess dan Maul ke negeri Belanda.
Sebagai peletak dasar sistem Jerman Guts Muhst membagi latihan-latihan
olahraga secara general. Menurutnya ada tiga kaidah penting yang harus di
perhatikan, yaitu :
a.
Senam harus menyempurnakan peredaran
darah dan memperkuat otot-otot dan syaraf-syaraf.
b.
Senam harus mempunyai faktor atau
elemen kesukaran, dan
c.
Senam harus menambah keberanian dan
ketangkasan bathin
Oleh karena itu, latihan-latihan olahraga harus juga lebih menantang dan
mengandung bahaya. Sedangkan bentuk-bentuk latihan gerak dasar menurut Gust
Muhst terdiri dari ; melompat, berlari, melempar, gulat, memanjat,
keseimbangan, bermain tali, berenang, dan latihan panca indra.
Salah satu karya Guts Muhst yang terkenal adalah sebuah buku yang berjudul
Gymnastic Fur die Jugend. Buku ini secara rinci mengkaji tentang permainan.
Menurutnya, secara garis besar permainan mempunyai fungsi utama, yaitu :
a.
Fungsi rekreasi karena habis
berlatih
b.
Menambah kegembiraan, kesehatan, dan
mengembangkan sifat -sifat sosial.
c.
Memberi kesempatan kepada
guru/pelatih untuk mengenal anak asuhnya secara lebih dekat untuk menciptakan
suasana persaudaraan antara guru/pelatih dan anak asuhannya
Ketika sistem Jerman ini masuk ke Belanda, dan Belanda saat itu sedang
berkuasa di Indonesia, maka berbagai pengaruh ini mula-mula digunakan Belanda
hanya di kalangan militer namun pada gilirannya masuk pula di sekolah-sekolah
dan masyarakat Indonesia.
Beberapa pikiran pokok yang penting dalam olahraga sistem Jerman ini antara
lain sebagai berikut :
a.
Olahraga sistem Jerman adalah sistem
olahraga yang dikembangkan oleh Jahn, Spiess, dan Maul yang ide dasarnya
merujuk pada sistem yang dikembangkan oleh Guts Muhst.
b.
Titik tolak kerja sistem Jerman
adalah kemungkinan bergerak. Latihan-latihan olahraga yang diberikan kepada
anak-anak kurang mengindahkan manfaat gerakan itu terhadap pelakunya. Karena
itu, faktor-faktor paedagogis dan psikologis tidak diperhatikan sama sekali.
Hal ini disebabkan karena latihan-latihan olahraga menurut sistem ini
diciptakan untuk kalangan militer, dan tidak untuk anak-anak sekolah.
c.
Beberapa sifat gerakan pokok yang
dapat dilihat pada sistem Jerman ini adalah : (a) latihan-latihan serta
aba-abanya bersifat militer, (b) pelaksanaannya menghendaki keseragaman dan persamaan
waktu,(c) latihan-latihan ditujukan kepada memperkuat otot-otot, (d) kebanyakan
terdiri dari latihan-latihan statis, (d) dalam pelaksanaan latihannya
diperlukan alat-alat khusus seperti ; still rings, paralel bars, rechstok dan
sebagainya.
d.
Tanda-tanda penting dalam sistem
Jerman ini antara lain : (a) Titik pangkalnya adalah latihan itu sendiri yang
ditujukan kepada mempelajari gerak-gerak yang disebut latihan out, (b) Kepada
yang akan melakukan latihan-latihan, diberikan gambaran dan penjelasan sehingga
memudahkan dalam melakukannya, (c) Dalam memberikan latihan-latihan, sudah ada
aba-aba pemberitahuan dan aba-aba pelaksanaan, (d) Semua gerakan harus memenuhi
syarat-syarat bentuk, arah, dan aturan tertentu, (e)Sikap anggota badan selalu
lurus dan arah antara kedua anggota badan (antara lengan kanan dan lengan kiri)
selalu harus berjarak 45 derajat atau kelipatannya.
e.
Sistem pelajaran sistem Jerman
terdiri atas : (a) Latihan di tempat, (b) Latihan bergerak maju, (c) Latihan
dengan perkakas ditambah dengan latihan lompat dan permainan.
Demikianlah pokok-pokok pikiran olahraga sistem Jerman yang berkembang di
Indonesia. Jika dicermati, karena sistem ini untuk pertama kalinya di khususkan
untuk kalangan militer, maka dilihat dari sudut pendidikan dan ilmu kejiwaan
sistem ini kurang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, dalam
perkembangannya sistem ini terdesak oleh sistem baru yang berkembang di Swedia
dan kemudian disebut sistem Swedia.
2.
Sistem Olahraga Swedia
Ketika VOC bangkrut pada tahun 1799 M, pemerintah Belanda mengambil alih
semua kekayaan dan kekuasaannya. Selanjutnya antara rahun 1811 – 1816 M, selama
peperangan Napoleon pemerintah Belanda jatuh ke tangan Perancis dan kondisi ini
menyebabkan Indonesia jatuh pula ke tangan Inggris. Perlawanan demi perlawanan
serentak di lakukan antara lain oleh Pangeran Diponegoro (perang Jawa, 1835 –
1830) Cik Dik Tiro dan Teuku Umar (perang Aceh, 1873 – 1903), Imam Bonjol
(perang Padri, 1830 – 1837) di Sumatera dan Sisingamangaraja (perang Batak,
1907), namun semua peperangan tersebut berhasil dipadamkan dan para pemimpinnya
di penjara atau diasingkan.
Bersamaan dengan itu, masuk ke Indonesia sistem olahraga yang dikembangkan
olah Per Hendrik Ling yang mula-mula dibawa oleh para perwira angkatan laut
Belanda, Dr. H.P. Minkema. Sistem ini masuk pula ke sekolah-sekolah dan pada
tahun 1919 – 1920 mulai diadakan kursus-kursus untuk guru-guru dan
sekolah-sekolah dilengkapi perlengkapan latihan sistem Swedia tersebut.
Perbedaan pokok sistem Swedia dengan sistem Jermna terletak pada titik
tolak kerjanya. Jika titik tolak kerja sistem Jerman adalah kemungkinan gerak,
maka sistem Swedia didasarkan pada ‘Guna’ gerak. Setiap gerak harus jelas apa
gunanya bagi tubuh terutama dilihat dari segi anatomi. Latihan yang tidak jelas
gunanya dibuang dan tidak layak dberikan.
Ada empat macam latihan senam menurut sistem Swedia, yaitu sebagai berikut
:
a.
Senam militer, dalam bentuk latihan
ketangkasan dengan menggunakan alat, sehingga dapat menghadapi lawan. Tujuan
latihannya diarahkan untuk membentuk keselarasan antara senjata dan pemakainua.
Bentuk-bentuk latihan yang digunakan terdiri dari anggar, senapan bersangkur,
dan tombak serta alat-alat lainnya. Latihan ini sebagai dasar di
sekolah-sekolah militer di dunia hingga sekarang.
b.
Senam medis, dengan tujuan untuk
meningkatkan kesehatan, penyembuhan, dan mengatasi gangguan-gangguan tubuh.
Bentuk-bentuk latihannya terdiri atas massage dan latihan-latihan zaman kuno.
c.
Senam paedagogis, adalah latihan
senam yang dilakukan sendiri dengan tujuan membentuk keselarasan organ tubuh.
d.
Senam estetis, dengan tujuan untuk
melatih sikap dan gerak sebagai perwujudan pikiran, perasaan menuju keselarasan
jiwa dan raga.
Kelemahan pokok sistem Swedia adalah kurang memperhatikan aspek-aspek
psikologis, karena itu kurang diminati oleh anak-anak. Namun, begitu hal yang
sesuai dengan semboyan pengembang sistem Swedia yang mengatakan bahwa “kami
tidak memberikan apa yang disukai anak-anak, yang kami berikan adalah yang
berguna bagi mereka”.
Sebagai pengembang sistem Swedia, pada bulan Januari dan Februari 1916,
Minkema melakukan lawatan ke Stockhlom untuk mempelajari sistem senam di sana.
Sejak bulan Maret 1916 ia bekerja pada sekolah senam dan olahraga “Koninklejke
Marine” di Willem-soord negeri Belanda. Ia termasuk salah seorang yang dengan
yakin menyetujui senam Swedia dan pengetahuannya tentang sistem ini secara
mendalam. Sedangkan sistem Swedia masuk ke Indonesia pada tahun 1918 dibawa
oleh Dr.H.P. Minkema.
Di Indonesia senam Swedia ini mulai dugunakan di sekolah senam dan sport
militer yang dibuka di Bandung pada bulan Desember 1922. Pada awalnya sekolah
di Bandung masih menggunakan lapangan olahraga dan gedung-gedung “Netherlands
Indische Bond Voor Lichamelijke Opvoeding”.
Sebagai direktur ditunjuk Kapten P. Eenhoorn dan dua orang instruktur
yakni, Letnan G. Giebel dan Letnan Reinierse, keduanya merupakan lulusan
Utrecht.
Pada tahun 1916, M.J. Juten Leeraar M.O pendidikan jasmani diangkat sebagai
pegawai untuk pendidikan jasmani sekolah. Ia mulai berkenalan dengan sistem
Swedia pada tahun 1918 pada kursus-kursus yang diadakan oleh Dr. Minkema di
Malang, dan bersama Dr. Nieuwenhuis berhasil mempertahankan sistem ini pada
dewan pengajaran, sehingga dewan ini memberikan nasihat kepada Dr. Creutzberg
(direktur Departemen Pengajaran dan Ibadat, saat itu) untuk mengganti sistem
Jerman yang dipakai saat itu dengan sistem Swedia. Dengan demikian senam Swedia
secara resmi ditetapkan untuk diberikan di berbagai sekolah di Indonesia. Pada
tahun 1919 – 1920 kepada guru-guru yang mengajarkan senam di Kweelschool dan
sekolah normal, diberikan kursus-kursus waktu liburan mengenai sistem baru itu,
sedang ruang-ruang senam pada sekolah-sekolah itu di lengkapi dengan peralatan
senam Swedia.
Untuk lebih memperjelas tentang sistem Swedia ini, beriku dideskripsikan
pokok-pokok penting sistem Swedia, yaitu sebagai berikut :
a.
Sistem Swedia diciptakan dan
dipelopori oleh Per Hendrik Ling
b.
Dasar dari sistem Swedia ini adalah
susunan tulang-tulang dan otot, serta kerjanya alat-alat tubuh (anatomi dan
fisiologi). Jadi dasarnya adalah manfaat dari gerakan-gerakan itu bagi tubuh.
c.
P.H. Ling menyusun sistemnya karena
melihat bahwa rakyat Swedia pada waktu itu menderita kerusakan badan, dan
dimaksudkan untuk memperbaiki kesehatan dan sikap badan rakyat Swedia.
d.
Sistem Swedia masih belum
memperhatikan aspek paedagogis dan psikologis. Hal ini didasari oleh paham Ling
yang menyatakan bahwa sistem Swedia tidak memberikan apa yang diinginkan oleh
anak-anak, tetapi apa yang berfaedah dan bermanfaat bagi anak.
e.
Sistem Swedia membedakan empat macam
senam, yaitu : (a) Senam militer yang menekankan pada kekuatan, kelincahan
bergerak dan kemampuan untuk menahan ketegangan (b) Senam medis yang
berhubungan dengan kemungkinan bagi mereka yang lemah, melalui latihan-latihan,
(c) Senam paedagogis yang ditujukan untuk mengembangkan potensi-potensi bawaan
dari tubuh, (d) Senam estetis yang melaksanakan sikap dan gerak sebagai
pernyataan atau ungkapan perasaan, emosi, dan pikiran.
f.
Pada sistem Swedia terdapat
alat-alat yang spesifik antara lain bangku Swedia, jenjang, peti lompat, balok
keseimbangan, tambang/tali untuk latihan bergantungan, kuda-kuda,
gelang-gelang, dan pelana
g.
Susunan pelajaran menurut sistem ini
terdiri atas : (a) latihan pendahuluan, (b) latihan inti, dan (c) latihan
penutup.
Sifat-sifat dan tanda-tanda yang terdapat pada sistem Swedia antara lain :
§
Semua latihan dipertanggungjawabkan
secara anatomis dan fisiologis
§
Pada waktu melakukan latihan
diutamakan sikap yang baik dan juga cara melakukannya
§
Setiap pembelajaran mempunyai
pembagian latihan yang tetap dan tertentu
§
Alat-alat yang digunakan,
dimaksudkan untuk memberikan faedah dari gerakan
§
Latihannya tidak memberikan
kegembiraan karena untuk hidup
Seperti halnya sistem Jerman, kelemahan pokok sistem Swedia adalah kurang
memperhatikan aspek-aspek psikologis atau aspek kejiwaan, karena itu kurang
diminati oleh anak-anak. Karena kelemahannya inilah sistem Swedia pun terdesak
oleh sistem Austria.
3.
Sistem Olahraga Austria
Sistem Austria diciptakan oleh Dr. Karl Gaulhofer dan Dr. Margarete
Streicher, didorong oleh keadaan anak-anak akibat perang yang memerlukan
perubahan pendidikan. Sistem Austria berpangkal pada anak “Von Kinde Aus”
dengan memperhatikan aspek paedagogis dalam menyajikan latihan-latihannya.
Latihan disusun secara sistematik dengan kategori berjenjang ; normalisasi,
pembentukan prestasi dan seni gerak. Setiap latihan harus mempunyai bentuk dan
isi. Bentuk ditentukan oleh keadaan tubuh dan kemampuan, sedangkan isi
memberikan arti dari latihan yang diberikan. Setiap pelajaran disusun menurut
urutan tertentu yang dimulai dengan latihan-latihan pendahuluan sebagai
pemanasan fisik dan mental untuk menghadapi latihan yang sesungguhnya setelah
pendahuluan. Latihan yang sesungguhnya atau latihan inti disusun berurut sesuai
dengan sistematikayg diakhiri dengan latihan-latihan penutup sebagai penenang,
agar anak-anak dapat kembali ke dalam kelas dengan tertib.
Ada enam prinsip pokok dari sistem Austria yaitu sebagai berikut :
Ada enam prinsip pokok dari sistem Austria yaitu sebagai berikut :
a.
Sistem ini diciptakan dan dipelopori
oleh Dr. Karl Gaulhofer dan Dr. Margarete Streicher.
b.
Sistem ini didasari oleh pandangan
bahwa dalam pendidikan itu tidak ada dinding pemisahnya, sehingga hanya ada
satu pendidikan, yang meliputi manusia sebagai suatu pendidikan. Jadi tidak
mungkin ada pendidikan moral, pendidikan intelek dan sebagainya
c.
Sistem ini tidak berpangkal pada
bulan latihan, tetapi sebaiknya berpangkal pada anak yang akan diberikan
latihan. Oleh karena itu segi-segi pendidikandan kejiwaan anak memegang peran
penting, sehingga pelajaran yang diberikan pada anak itu hanya merupakan alat
saja untuk membentuk individu. Latihan fisik itu disatu padukan dengan isi yang
berbobot perasaan, intelek, kejiwaan dan sikap lahir yang serasi dengan batin
Faktor-faktor anatomi, fisiologis, dan kesehatan juga diperhatikan dalam
membuat sistem ini, dan dalam membuat jenis-jenis latihannya.
Jenis senam yang dilakukan oleh mereka diberi keterangan “alamiah”, karena
semua keserasian tersebut, terdapat pada alam. Oleh karena itu, senamnya
diusahakan mendekati alam. Sikap alamiah ini ditentukan oleh tiga komponen,
yaitu (a) bentuk, yang dipengaruhi oleh bentuk badan dan keadaan perototan, (b)
perbuatan, yang berisi kemampuan berbuat atau berprestasi, (c) isi, yang ditentukan
oleh kecerdasan dan keadaan batin.
d.
Susunan jam pelajaran dibagi sebagai
berikut : (a) latihan pendahuluan, sebagai pengantar dan pemanasan, (b) latihan
inti, yang terdiri atas latihan-latihan togok, keseimbangan, kekuatan, dan
ketangkasan, jalan dan lari, serta lempar dan lompat, (c) latihan penenangan,
yang merupakan latihan penutup.
e.
Masuknya sistem Austria ke Indonesia
tidak lepas dari berubahnya haluan negeri Belanda dalam bidang keolahragaan.
Sistem yang timbul setelah perang dunia tahun 1914 – 1918 disebabkan karena
dorongan dan keinginan untuk mengadakan pembaharuan pendidikan itu, akhirnya
meluas tersebar di Eropa termasuk negeri Belanda. Karena sistem Austria ini
sesuai dengan kemajuan jaman, maka sampai berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia,
sistem tersebut tetap digunakan di sekolah-sekolah , bahkan guru-guru yang
dididik antara tahun 1950 – 1960 masih menerima pelajaran sesuai dengan gagasan
Gaulhofer dan Streicher. Selain sekolah senam dan sport militer di Bandung
(1922), sebelum perang dunia II di Surabaya juga didirikan suatu lembaga
pemerintah untuk mendidik guru-guru olahraga yaitu Gemeentelijk Institut Voor
Lichamelijke Opvoeding (GIFLO), dan pada tahun 1941 didirikan pula suatu
lembaga untuk mendidik guru-guru pendidikan jasmani Academisch Intitut Voor
Lichamelijke Opvoeding (AILO) di Surabaya.
Cabang olahraga yang populer dan digemari oleh masyarakat belum banyak
jumlahnya, yang menonjol pada waktu itu adalah sepak bola, bola keranjang,
tenis, tinju, dan renang. Pada waktu itu, olahraga digunakan sebagai sarana
untuk memelihara semangat nasionalisme bangsa Indonesia. Misalnya untuk
menandingi Netherlands Indische Voetbal Unie (NIVU) didirikan Persatuan sepak
Bola Indonesia (PSSI) oleh bangsa Indonesia yang hingga kini terus melaksanakan
kegiatannya.
Kekuasaan Belanda berakhir dengan datangnya Jepang pada perang dunia ke-2.
Jepang mencoba menarik simpati rakyat untuk bersama-sama mendirikan Asia Timur
Raya yang bebas dari penjajahan bangsa barat. Rakyat diajak ikut serta mendukung
tentara Jepang dalam perangnya melawan Sekutu. Jepang membuka perang terhadap
Amerika Serikat dengan mengadakan pengeboman terhadap Pearl Harbour (Hawai)
pada tanggal 8 Desember 1941. Setelah pemboman dilakukan, baru Jepang
menyatakan perang secara resmi. Hindia Belanda sebagai sekutu Amerika Serikat
mengumumkan pula perang terhadap Jepang, lima jam setelah peristiwa tersebut.
Jepang bergerak masuk Asia Tenggara dangan taktik gerak cepat, yang sasarannya
adalah Vietnam, Muangthai, Malaya, Philipina, dan Hindia Belanda. Kekuatan
Amerika Serikat dengan sekutunya Inggris, Belanda, dan Australia dipusatkan di
pulau Jawa.
Perkembangan olahraga saat itu di masyarakat kurang intensif karena kondisi
sosial ekonomi yang sangat menekan kehidupan rakyat sehari-hari. Bahkan
organisasi induk cabang olahraga yang ada juga pada umumnya hidup
tersendat-sendat. Kemudian Jepang berusaha membangkitakan semangat olahraga
dengan mendirikan federasi baru dengan nama “Tai Iku Kai” yang diawasi langsung
dan kemudian nama ini diganti dengan Gerakan Latihan Olahraga Rakyat (GELORA).
Pembinaan wasit maupun pelatih untuk berbagai cabang olahraga ada, tetapi untuk
sekolah, guru-guru olahraga dipersiapkan seperlunya. Alat-alat sangat minim dan
pada umumnya fasilitas olahraga tidak bertambah, karena segala daya dan dana
diarahkan untuk keperluan pertahanan tentara “Dai Nippon” (Jepang).
Melalui pendidikan olahraga di sekolah, para siswa belajar baris berbaris,
perang-perangan dengan senapan bersangkur (tiruan) dan latihan fisik lainnya
yang berat dan termasuk gotong royong, menggali lubang -lubang perlindungan,
membuat lapangan terbang, dan sebagainya. Demikian pula latihan-latihan
disiplin baik di sekolah maupun pada berbagai latihan yang diberikan orang
Jepang kepada kelompok-kelompok tertentu membentuk pemuda Indonesia menjadi
pemuda yang mempunyai daya tahan tinggi dan siap menghadapi berbagai kesukaran.
Hal inilah yang menguntungkan dan sangat membantu manakala bangsa Indonesia
menghadapi Belanda yang ingin menjajah kembali.
B. ANALISIS PERKEMBANGAN OLAHRAGA PADA
ZAMAN KEMERDEKAAN DAN ORDE BARU
Proklamasi Negara Republik Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945, merupakan pintu gerbang terbukanya bangsa Indonesia dari
penjajah. Peristiwa monumental tersebut merupakan babak baru dalam sejarah
perkembangan negara Indonesia tercinta ini, termasuk babak baru dalam
perkembangan olahraga Indonesia. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Pendidikan dan Pengajaran, mempropagandakan penyelenggaraan latihan-latihan dan
rehabilitasi fisik dan mental yang telah rusak selama penjajahan kolonial
Belanda dan Jepang. Penyelenggaraan olahraga di sekolah-sekolah mulai
digalakan. Di setiap provinsi diusahakan pembentukan inspeksi-inspeksi
pendidikan jasmani, antara lain : Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jogjakarta, Solo, dan Jawa Timur.
Beberapa peristiwa yang menandai perkembangan olahraga pada zaman kemerdekaan antara lain sebagai berikut :
Beberapa peristiwa yang menandai perkembangan olahraga pada zaman kemerdekaan antara lain sebagai berikut :
a.
Tanggal 19 Agustus 1945, tanggal
terbentuknya kabinet yang pertama, dalam Kementerian Pendidikan dan Pengajaran
di adakan suatu lembaga yang bertugas merencanakan dan melaksanakan urusan di
bidang keolahragaan di sekolah, yaitu inspeksi pendidikan jasmani adalah
organisasi di bawah jawatan Pengajaran. Olahraga di masyarakat diurus oleh
lembaga dibawah jawatan Pendidikan Masyarakat. Kementerian Pendidikan dan
Pengajaran dalam pelaksanaan tugas di bidang pembinaan dan pengembangan fisik
antara lain melakukan : (a) penyelenggaraan latihan-latihan di kalangan pemuda
Indonesia untuk mencapai dan memperoleh kondisi badan yang prima juga persiapan
memasuki angkatan perang yang pada waktu itu sangat diperlukan; (b)
mengusahakan rehabilitasi fisik dan mental bangsa Indonesia agar dapat berperan
serta dalam forum Internasional.
b.
Pada bulan September 1945 tentara
Belanda mendampingi tentara sekutu (Inggris) masuk ke Indonesia terutama
Jakarta. Pada waktu itu organisasi olahraga yang bernama GELORA (Gerakan
Latihan Olahraga) yang dipimpin oleh Otto Iskandar Dinata sebagai ketua umum
dan Soemali Prawirosoedirjo sebagai ketua harian meleburkan diri bersama-sama Djawa
Iku Kai (pusat olahraga versi Jepang) menjadi persatuan olahraga
republik Indonesia (PORI). Mengingat suasana di jakarta kurang menguntungkan
karena gangguan tentara Belanda, PORI hijrah ke Solo dan berkantor di rumah
Soemono sekertaris PORI di jalan Purwosari. Pada bulan Januari 1947 diadakan
Kongres darurat PORI dan terpilih sebagai ketua, Mr. Widodo Sastrodininggrat
dan sebagai wakil ketua Soemali Prawirosoedirjo, sebagai sekertaris Soemono.
c.
Pada tahun 1947 PORI mengadakan
hubungan dengan Menteri Pembangunan dan Pemuda Wikana. Berkat bantuan
sekertarsi menteri Drs. Karnadi, PORI dapat mengembangkan organisasinya antara
lain : (a) pembangunan kembali cabang-cabang olahraga yang tersebar dan
bercerai berai. (b) Membentuk organisasi induk cabang olahraga yang belum
tersusun, (c) Menerbitkan majalah “Pendidikan Djasmani” dengan simbol
obor menyala dan lima gelang, (d) Mempersiapkan Pekan Olahraga Nasional ke
satu. Pada malam peresmian PORI bulan Januari 1947, Presiden Soekarno sekaligus
melantik KORI (Komite Olimpiade Republik Indonesia), sebagai ketua ditunjuk Sri
Sultan Hamengku Buwono IX, wakil ketua adalah drg. Koesmargono dan Soemali
Prawirodirjo. KORI mempunyai tugas menangani masalah keolahragaan yang ada
kaitannya dengan olimpiade, saat itu KORI dibentuk karena Indonesia ingin ikut
Olympic Games 1948 (namun karena persiapan para atlet itu tidak memadai,
pengiriman ke London tidak jadi). PORI kemudian membentuk badan-badan (sekarang
disebut induk cabang olahraga). Yang ada pada waktu itu adalah cabang olahraga
sepak bola, basket, atletik, bola keranjang, panahan, tenis, bulutangkis,
pencak silat, dan gerak jalan. Keuangan PORI dan KORI diperoleh dari subsidi
pemerintah yang disalurkan melalui Kementerian Pembangunan dan Pemuda. Selama
aksi militer Belanda 21 Juni 1947 – 17 Januari 1948 kegiatan olahraga praktis
terhenti. Pada tanggal 2 – 3 Mei 1948, PORI mengadakan konferensi di Solo
berkat bantuan Walikota Solo (Syamsurizal), PON I dapat diselenggarakan pada 9
– 14 September 1948 dengan lancar, meskipun suasana politk meruncing kembali.
d.
Pekan Olahraga Nasional (PON)
pertama di Solo adalah pekan olahraga yang sangat berkesan dan merupakan
tonggak sejarah keolahragaan yang penting bagi bangsa Indonesia yang baru
merdeka. PON I adalah PON revolusi, PON perjuangan, PON penyebar semangat dan
sekaligus PON persatuan.
Setelah keamanan negara pulih kembali pada akhir tahun 1949 dan ketenangan
bangsa Indonesia tercapai, maka gerakan olahraga yang telah terhenti itu
digerakan kembali dan dikembangkan. Bekal konsep-konsep yang telah dirintis dan
pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki dijadikan titik tolak untuk
mengembangkan olahraga dan menetapkan sistem pembinaan keolahragaan di
Indonesia, yaitu sebagai berikut : (a) Keolahragaan di lingkungan sekolah
dibina langsung oleh pemerintah; (b) Keolahragaan di lingkungan masyarakat
dibina oleh masyarakat sendiri, dengan bimbingan dan pengawasan oleh
pemerintah; (c) Keolahragaan di lingkungan sekolah pelaksanaan, pengaturan,
pengurusan dan pembinaan langsung dipegang oleh pemerintah, yaitu di tugaskan
kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, yang pelaksanaannya
dilakukan oleh Inspeksi Pusat Pendidikan Jasmani. Keolahragaan di lingkungan
sekolah ini masih tetap diberi nama Pendidikan Jasmani. Pendidikan Jasmani
merupakan unsur dan alat pendidikan untuk menyiapkan dan membentuk manusia yang
harmonis antara pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohaninya. Dalam
hubungannya dengan peningkatan mutu dan prestasi olahraga bangsa Indonesia,
pendidikan jasmani hanya merupakan dasar dan pencarian bibit yang akan
dikembangkan lebih lanjut dalam lingkungan masyarakat nanti
Tujuan Pendidikan Jasmani ini dikuatkan dengan dikeluarkannya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1950, tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan
Pengajaran di Sekolah-Sekolah. Undang-Undang tersebut berbunyi sebagai barikut
:
“Pendidikan Jasmani yang menuju kepada keselarasan antar tumbuhnya badan
dan perkembangan jiwa merupakan suatu upaya untuk membuat bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang sehat dan kuat lahir bathin, diberikan di segala jenis
sekolah”
Untuk melaksanakan tujuan olahraga di lingkungan sekolah ini pemerintah
telah menetapkan bahwa pendidikan jasmani tetap merupakan salah satu pelajaran
wajib di sekolah-sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Cabang-cabang olahraga yang diberikan di sekolah itu terdiri atas : senam,
atletik, permainan, dan renang dengan disesuaikan dengan keadaan fasilitas yang
tersedia
Sebagai pendorong bagi pelajarn untuk giat melaksanakan pendidikan jasmani
dan olahraga, serta sebagai alat pengontrol bagi guru dan pemerintah tentang
hasil pelajarannya, maka pemerintah menentukan adanya dua jenis kegiatan, yaitu
: (a) Ujian Ketangkasan Olahraga bagi Pelajar ; (b) Perlombaan Olahraga antar
sekolah.
Oleh karena tumbuhnya sekolah-sekolah tidak seimbang dengan tersedianyatenaga-tenaga
guru, khususnya guru-guru pendidikan jasmani maka pemerintah telah mengambil
kebijaksanaan untuk membuka sekolah-sekolah dan kursus-kursus yang menyiapkan
tenaga-tenaga guru pendidikan jasmani baik untuk sekolah rakyat, sekola
lanjutan maupun perguruan tinggi. Sampai dengan tahun 1957 seluruh Indonesia
telah memiliki : (1) enam buah SGPD (Sekolah Guru Pendidikan Djasmani) yang
menyiap guru-guru pendidikan jasmani untuk sekolah rakyat; (2) tujuh buah
kursus B1 Pendidikan Djasmani, yang menyiapkan guru-guru untuk sekolah lanjutan
pertama (3) sebuah kursus B2 Pendidikan Djasmani, yang menyiapkan guru-guru
Pendidikan Djasmani untuk sekolah lanjutan atas; (4) dua buah Fakultas
Pendidikan Djasmani, sampai tingkat Sarjana Muda dan sarjana yang menyiapkan
ahli-ahli dan guru-guru pendidikan jasmani di sekolah-sekolah, dengan
mengadakan kursus-kursus singkat.
Untuk mendorong semangat belajar para pelajar dalam bidang keolahragaan dan
untuk usaha meningkatkan mutu prestasi olahraga di kalangan pelajar, telah
diadakan puncak-puncak kegiatan olahraga di kalangan sekolah lanjutan dalam
bentuk Pancalomba. Pancalomba yang pertama di adakan di Semarang (1952) dan
Pancalomba yang kedua diadakan di Surabaya pada tahun 1954.
Disamping upaya peningkatan kondisi fisik dan mental bangsa Indonesia, juga
ditingkatkan mutu prestasi olahraga, terutama di forum Internasional. Indonesia
kemudian dapat mengikuti Olimpiade XVI di Melbourne tahun 1956 dan Olimpiade
XVII di Italy.
Usaha-usaha di bidang olahraga di Indonesia tidaklah mengecewakan bahkan
dunia Internasional mengakui akan kemajuan dan perkembangan olahraga di
Indonesia, sehingga negara-negara Asia menaruh kepercayaan terhadap Indonesia
untuk menyelenggarakan perhelatan akbar Asian Games ke IV pada tahun 1962.
Pada tahun 1962 dengan Keputusan Presiden Nomor 131 Tahun 1962 dibentuk
Departemen Olahraga yang diberi tugas pokok untuk mengatur, mengkoordinasikan,
mengawasi, membimbing dan dimana perlu menyelenggarakan :
a.
Semua kegiatan dan usaha olahraga,
termasuk pendidikan jasmani di sekolah-sekolah rendah maupun perguruan tinggi
di seluruh tanah air
b.
Pendidikan tenaga-tenaga ahli
olahraga, seperti guru olahraga, pelatih, dan tenaga-tenaga ahli olahraga
lainnya yang diperlukan oleh Departemen Olahraga
c.
Pembangunan, penggunaan dan
pemeliharaan lapangan-lapangan dan bangunan-bangunan olahraga di seluruh tanah
air
d.
Pembangunan industri nasional alat-alat
olahraga dan atau mengimpor alat-alat olahraga serta pengedaran dan
penggunaannya di dalam masyarakat
e.
Pengiriman olahragawan dan tim
olahraga serta ahli-ahli olahraga Indonesia atau tim olahraga serta ahli
olahraga dari luar negeri ke Indonesia
f.
Pendidikan atau riset di bidang
olahraga dan penyelenggaraan usaha-usaha di bidang sport medicine
g.
Persiapan-persiapan dan
penyelenggaraan Asian Games IV di Jakarta
h.
Kegiatan usaha-usaha lain di bidang
olahraga baik yang bersifat nasional maupun internasional
Dengan dibentuknya Departemen Olahraga, maka Jawatan Pendidikan Jasmani
yang ada pada waktu itu sebagai aparat pemerintah dilebur dan dimasukan dalam
Departemen Olahraga.
Tahun 1961-1963 merupakan masa id mana olahraga Indonesia dapat menunjukan
kemampuannya di lingkungan olahraga Internasional. Setelah Indonesia diberi
kepercayaan untuk menyelenggarakan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta maka
terbitlah Kepres No. 79 Tahun 1961 tanggal 28 Februari 1961 sebagai bentuk
tanggung jawab terhadap venue Asian Games.
C. ANALISIS PERKEMBANGAN OLAHRAGA PADA
ZAMAN ORDE BARU.
Zaman Orde Baru merupakan babak baru dalam sejarah
perkembangan bangsa Indonesia. Demikian juga terhadap perkembangan olahraga
Indonesia. Beberapa peristiwa keolahragaan yang menandai zaman Orde baru ini
antara lain diilustrasikan sebagai berikut :
1.
Departemen olahraga dibubarkan pada
Tahun 1966 dan setelah itu olahraga diusahakan dikembalikan kepada proporsi dan
fungsi yang sebenarnya yaitu merupakan kewajiban kegiatan manusia yang mutlak
diperlukan dalam kehidupannya sesuai dengan kodrat Illahi serta merupakan salah
satu sarana untuk mencapai cita-cita hidup yang sesuai dengan falsafah yang
dianutnya.
Tujuan olahraga pada fase ini adalah untuk mengambil
bagian dalam pembangunan dan modernisasi bangsa dan negara dengan segala
aspek-aspeknya, memelihara persatuan dan untuk mencapai cita-cita membentuk
manusia pancasila sejati berdasarkan ketentuan seperti tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945
Sistem pembinaan olahraga di Indonesia diatur sebagai
berikut :
a.
Pemerintah tetap sebagai penanggung
jawab terhadap olahraga / gerakan olahraga Indonesia dengan memberikan
keleluasaan terhadap rakyat untuk ikut turut serta dalam pembinaan olahraga /
gerakan olahraga.
b.
Dengan ketentuan ini maka terdapat
Badan Pembina Olahraga / gerakan olahraga yang berstatus swasta
c.
Adanya kesatuan falsafah dan
pengertian yang sama tentang olahraga, secara adanya kesatuan pimpinan dan
kesatuan usaha.
2.
Dalam Garis-garis Besar Haluan
Negara (TAPM No. II/ MPR/1983, Bab IV) mengenai pendidikan disebutkan
“Pendidikan Jasmani dan Olahraga mungkin perlu ditingkatkan dan dimasyarakatkan
sebagai cara pembinaan kesehatan jasmani dan rohami bagi setiap anggota
masyarakat. Selanjutnya perlu ditingkatkan usaha-usaha pembinaan dan peningkatan
prestasi dalam berbagai cabang olahraga.
Sesuai dengan kedudukan, tugas pokok dan tata kerja Menteri Negara Pemuda
dan Olahraga (Menpora) maka pada Tahun 1984 telah dihasilkan beberapa langkah
dalam membenahi kembali keolahragaan di Indonesia, antara lain :
a.
Keputusan Presiden No. 17/1974
mengenai Jam Krida Olahraga Pegawai Negeri Sipil, anggota karyawan Badan Usaha
dan Badan milik Negara, karyawan perusahaan dan Bank milik Daerah, pelajar dan
mahasiswa diselenggarakan hari jumat selama 30 menit.
b.
Sesuai dengan Keputusan Presiden
Republik Indonesia tanggal 9 September 1984 maka diselenggarakan kegiatan
olahraga di seluruh tanah air sebagai acara memperingati Hari Olahraga
Nasional.
c.
Pemerintah memperbarui Kepres No. 57
Tahun 1967 dengan kepres No. 43 Tahun 1984 mengenai kedudukan dan tugas Komite
Olahraga Nasional (KONI).
d.
Olahraga profesional juga ditata
kembali. Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 1971 diperbaharui dengan Kepres No.
18/1984.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Kadir
Ateng, 1986. Asas dan landasan Penjas.
Dikti : Jakarta
Cox, R.H, 2002. Sport
Psychology : Concept and Phsycology. Iowa
: Ei,. C. Brown Pulishers
Dikti, 1983. Foritus.
“ISORI”
Dierjen PLS, 1983. Konsepsi
Pembinaan Penjas dan Olahraga di dalam dan di luar sekolah secara terpadu.
Jakarta
Nichols, B. 1994. Moving
and Learning : The elementary school Physical Education Experience. St.
Louis : Mosby
Nugroho Noto Susanto dan Yusman Basri, 1981. Sejarah Nasional Indonesia. Departemen P
& K : Jakarta.
Susanto Giriwijoyo. 1995. Olahraga Kesehatan. Depdikbud : IKIP Bandung
Sumardiyanto. 2000. Sejarah Olahraga, Depdiknas. Dirjen Dikdasmen
Zeigler Earle F. 1998. History of Physical Education and Sport. Prentice-Hall, Inc.
Englewood Cliffs, New Jersey, USA.
Zeigler Earle F. 1998. Philosophical Foundtaion for Physical. Prentice-Hall, Inc.
Englewood Cliffs, New Jersey, USA.
warnet BMI Pacitan